MUSIK BAMBU “SASAKAN SANGKANAU”
Sasakan Sangkanau merupakan alat musik bambu tradisional yg terdapat dari Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah. "Sasakan" adalah bahasa Tolitoli yang artinya kita semua bersaudara. Sementara "sangkanau" berasal dari bahasa Sanger Talaud, Sulawesi Utara, yang memiliki arti sama. Perpaduan nama dalam dua bahasa tersebut diambil berdasarkan sejarah lahirnya musik bambu di Tolitoli yang bermula dari Sanger, kemudian dikembangkan oleh orang Sanger yang sudah kawin mawin dan lahir di Tolitoli.
Ketua Dewan Adat Tolitoli Ibrahim Sauda menceritakan, masuknya musik bambu ke Tolitoli terjadi saat kerajaan Tolitoli berada dibawah kekuasaan Raja Muhammad Saleh Bantilan, 1922. Saat itu sejumlah guru dari Sanger datang pesiar ke Tolitoli dengan membawa alat musik bambu dan singga di rumah raja. "Saat itulah Raja Muhammad Saleh Bantilan memasukkan musik bambu dalam kurikulum di sekolah dasar dan SMP," kata Ibrahim sembari mengaku pernah meniup salah satu alat musik tersebut saat masih duduk di bangku sekolah dasar.
Weyan Sasila, salah satu personil musik bambu yang lahir di Sanger tahun 1946, mengatakan, konon musik bambu tersebut sudah ada sebelum Jepang datang menjajah Indonesia. Musik tersebut digunakan saat pesta adat Sanger ataupun acara pernikahan. Bambu yang digunakan sebagai alat musik tiup tersebut bukan sembarang bambu. Masyarakat Sanger menyebutnya bambu china. Warnanya kekuning-kuningan berloreng dan tebal. Bagian-bagian bambu mulai dari potongan ujung hingga bagian bawah dirakit sedemikian rupa menyerupai saksafon atau klarinet hingga mengeluarkan bunyi nada.
Bambu bagian tengah dirakit hingga mengeluarkan nada re mi dan fa serta nada kontra so la si do. Sementara bambu pada bagian bawahnya dirakit hingga menghasilkan suara bass. Musik bambu itu ikut memeriahkan peringatan 17an. (Ridwan S.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar